Sabtu, 21 Mei 2011

Biografi Ibn_Rusyd

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang Yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, dan tentu saja filsafat islam
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles.
Filsafat Islam, sebagaimana sejarah muslim umumnya, telah melewati lima tahap yang berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad 1 H/7 M hingga jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah tahap keguncang-guncangan selama setengah abad. Tahap ketiga merentang dari adab ke 4/14 hingga abad ke 12/18. Tahap keempat adalah tahap yang paling menyedihkan, berlangsung sampai setengah abad, inilah zaman kegelapan islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke 13 /19.



1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Biografi Ibn Rusyd?
2. Bagaimana sejarah pemikiran Ibn Rusyd ?
3. Bagaimana perkembangan filsafat islam pasca Ibn Rusyd ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Biografi Ibn Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar Al-Qur’an di rumahnya sendiri dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar dasar-dasar ilmu keislaman seperti Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Ilmu Kalam, bahasa Arab dan Sastra. Dalam ilmu fiqih ia belajar dan menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad Ibn Rizq dalam disi[plin ilmu perbandingan hukum islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn Basykual dibidang hadits. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat ia belajar kepada Abu Ja’far Harun al-Tardjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu gurunya yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zhuhr.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalakannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.

2.2 Sejarah Pemikiran Filsafat Ibn Rusyd
Membaca Ibnu Rusyd, yang paling menonjol adalah aspek falsafaty (estetika logika dan filsafat) yang terbentang di hampir setiap karyanya. Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam mentakwilkan dan menafsirkan Alquran sebagai kitab teks, yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan perlu diberi interpretasi kontekstual dan bukan artikulasi lafadz.
Islam sendiri, demikian Rusyd, tidak melarang orang berfilsafat, bahkan Al Kitab, dalam banyak ayatnya, memerintahkan umatnya untuk mempelajari filsafat. Menurut Rusyd, takwil (pentafsiran) dan interpretasi teks dibutuhkan untuk menghindari adanya pertentangan antara pendapat akal dan filsafat serta teks Alquran. Ia memaparkan, takwil yang dimaksud di sini adalah meninggalkan arti harfiah ayat dan mengambil arti majasinya (analogi). Hal ini pula yang dilakukan para ulama klasik periode awal dan pertengahan.
Dalam kaitan kandungan Alquran ini, Rusyd membagi manusia kepada tiga kelompok: awam, pendebat, dan ahli fikir. Kepada ahli awam, kata Rusyd, Alquran tidak dapat ditakwilkan, karena mereka hanya dapat memahami secara tertulis. Demikian juga kepada golongan pendebat, takwil sulit diterapkan. Takwil, secara tertulis dalam bentuk karya, hanya bisa diperuntukkan bagi kaum ahli fikir.
Dalam cakra pandang itulah, kata Rusyd, takwil atas teks secara benar dapat dilakukan dan dipahami oleh ahlul fikir. Pemikiran Rusyd tersebut kemudian dikenal sebagai teori perpaduan agama dan filsafat. Sementara itu, menyangkut pemaknaan atas Quran, Rusyd berpendapat bahwa Alquran memiliki makna batin di samping makna lahir.
Berkaitan dengan penciptaan alam, Rusyd yang menganut teori Kausalitas (hukum sebab-akibat), berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam.
Setidaknya ada tiga dalil untuk menjelaskan teori itu, kata Rusyd, yaitu:
Pertama, dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Dalil ini mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus menerus sesuai dengan pandangan akal fikirannya. Dalil ini pula yang akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan Alquran.
Kedua, dalil ikhtira’ yaitu asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, kata Rusyd, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan. Sebab, bila terjadi secara kebetulan, tentu saja tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Ini menunjukkan adanya pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil ini sesuai dengan syariat Islam, dimana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian alam ini.
Ketiga, dalil gerak disebut juga dalil penggerak pertama yang diambil dari Aristoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan ini mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu Tuhan.
Menurut Rusyd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab, zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi gerakan menghendaki adanya penggerak pertama atau sesuatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud. Rusyd yang juga dikenal sebagai ‘pelanjut’ aliran Aristoteles ini, menilai bahwa substansi yang lebih dahulu itulah yang memberikan wujud kepada substansi yang kemudian tanpa memerlukan kepada pemberi form (Tuhan) yang ada di luarnya.
Hal lain yang tidak lepas dari sosok Ibnu Rusyd adalah, ketika polemik hebat antara dia dengan Al Ghazali. Ketidaksepakatan Al Ghazali terhadap filsafat (hingga mengkafirkan Rusyd) ia tuangkan dalam buku berjudul Tahafutul Falasifah (Kerancuan Filsafat). Rusyd membalas dengan menulis Tahafutut Tahaafut (Kerancuan dari Kerancuan).
Polemik hebat keduanya misalnya dalam masalah bangkitnya kembali manusia setelah meninggal. Menurut Rusyd, pembangkitan yang di maksud kaum filsuf adalah pembangkitan ruhy, bukan jasmani. Pandangan ini berakar dari filsafat mereka tentang jiwa. Bagi Rusyd, juga kaum filosof lainnya, yang penting bagi manusia adalah jiwanya. Kebahagiaan dan ketenangan hakiki adalah kebahagiaan jiwa. Sedang bagi Al Ghazali, kebangkitan kembali manusia tak hanya secara ruh, tapi juga jasmaniyah.
Rusyd juga mengajari kita bagaimana membangun rules of dialogue, dalam kaitan memahami ‘orang lain’ di luar kita. Teorinya ini ia dasarkan pada tiga prinsip epistemologis, yaitu:
Pertama, keharusan untuk memahami ‘yang lain’ dalam sistem referensinya sendiri. Dalam kasus ini, terlihat dari penerapan metode aksiomatik dalam menafsirkan diskursus filosofis ilmu-ilmu Yunani.
Kedua, dalam kaitan relasi kita dengan barat, adalah prinsip menciptakan kembali hubungan yang subur antara dua kutub dengan mengedepankan hak untuk berbeda. Ibnu Rusyd membela pendapat bahwa tidak ada kontradiksi antara kebenaran agama dan filsafat, tapi terjadi harmoni di antara keduanya. Harmoni tidak berarti sama dan identik. Karena itu, hak untuk berbeda harus dihargai.
Ketiga, mengembangkan sikap toleransi. Rusyd menolak cara-cara Al Ghazali menguliti para filosof tidak dengan tujuan mencari kebenaran. “Tujuan saya,” kata Al Ghazali, “adalah mempertanyakan tesis mereka dan saya berhasil.” Ibnu Rusyd menjawab, “Ini tidak sewajarnya dilakukan oleh orang terpelajar karena tujuan orang terpelajar tak lain adalah mencari kebenaran dan bukan mencari keraguan”. Terlepas dari perbedaan itu, betapapun Ibnu Rusyd telah mengajarkan kita prinsip dan nilai-nilai beragama yang rasional, toleran, dan ramah. Pengalaman dan pelajaran yang baik di masa lalu itu pula yang pernah mengantarkan kejayaan Islam di abad pertengahan.


2.3 Perkembangan Filsafat Islam Setelah Ibn Rusyd
A. NASHIRUDIN THUSI
- Biografi
Thusi nama lengkapnya adalah Abu Ja’far Muhammad Ibn Muhammad al-Hasan Nashir al-Din al-Thuai al Muhaqqiq lahir pada 18 februari 1201 M/597 H di Thus, sebuah kota Khurasan, empat ia menerima pendidikannya yang pertama dari Muhammad Ibn Hasan. Thusi dikenal sebagai seorang ahli matematika, astronomi, optic, geografi, farmakologi, filsafat, musik, dan mineralogy terkemuka setelah invasi Mongol.
- Karyanya
1. Tentang Logika : Asas al-Iqtibas, Al-Tajrid fi ’Ilm al-Mantiq, Ta’dir al-mi’yar.
2. Tentang Metafisika : Risaleh dar Ithbat-i Wajib, Fushul, Tashawwurat, Risaleh Darurat-I Marg.
3. Tentang Etika : Akhlaq-i Nasiri, Ausaf al-Asyraf.
4. Tentang Teologi/Dogma : Tajrid al-‘Aqa’id, Qawa’id al-‘Aqaid, Risaleh-i I’tiqadat.
5. Tentang Astronomi : Kitab al-Tahsil fi al-Nujum, Kitab Al-Muwwassitat Bain al-Handasa wal Hai’a.
6. Tentang Aritmatika : Tahrir al-ushul, Al-Mukhtasar bi jami al-hisab bi al-takht wa al-turab ( Ikhtisar dari Seluruh Perhitungan dengan Tabel dan Bumi
7. Tentang Optik : Tahrir kitab al-Manazir, Mahabis finikas al-shu’ar wa in itafiha (Penelitian tentang Refleksi dan Defleksi Sinar-Sinar.
8. Tentang Musi : Kitab fi ilm al-Mausiqi, Kanz al Tuhaf.
9. Tentang Medikal : Kitab al bab bahiya fi al-tarakib al-sultaniya, buku tentang cara hidup yang dibagi ke dalam tiga bagian, menguraikan diet, peraturan-peraturan kesehatan, dan hubungan seksual.
- Filsafatnya
a. Metafisika, Metafisika terdiri atas dua bagian :
1. Ilmu Ketuhanan (‘Ilm-I Ilahi), mencakup persoalan ketuhanan, akal, jiwa, dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut, seperti kenabian (nubuwwat), kepemimpinan spiritual (imamat), dan hari pengadilan (qiyamat).
2. Filsafat pertama (falsafah-I ula), meliputi alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta. Termasuk dalam hal ini pengetahuan tentang ketunggalan dan kemajemukan, kepastian atau kemungkinan, esensi dan eksistensi, kekekalan dan ketidakkekalan.
b. Jiwa
Menurut Al-Thusi, jiwa merupakan substansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. Keberadaan jiwa tidak melalui pembuktian.Pembagian jiwa sebagaimana dipahami oleh filusuf sebelumnya pada jiwa vegetatif, hewani, dan manusia. Oleh Al-Thusi ditambahkan jiwa imajinatif yang menempati posisi tengah di antara jiwa hewani dan manusiawi.
c. Moral
Nasir al-Din ‘Abd al-Rahman, Gubernur Ismailiah dari Quhistan, memerintahkan Al Thusi menerjemahkan kitab Al-Tthaharah (Tahdzib al-Akhlaq) dari bahasa Arab ke dalam bahasa Persia. Namun al-Thusi melihat hanya Miskawaiyah tersebut terbatas pada penggambaran disiplin moral: hal yang berhubungan dengan rumah tangga dan politik tidak disinggung dalam buku tersebut.
d. Politik
Thusi menggunakan istilah siyasat-i mudum untuk ilmu kemasyarakatan dan ilmu pemerintahan. Menurutnya pada dasarnya manusia adalah makhluk social , hal itu sesuai dengan istilah insane yang secara harfiyah berarti orang yang suka berkumpul dan berhubungan karena kemampuan alamiah untuk berteman itu (uns-I thaba’i) merupakan cirri khas manusia, maka kesempurnaan manusia dapat dicapai dengan menunjukkan sepenuhnya watak ini terhadap sesamanya. Itulah sebabnya islam menekankan keutamaan shalat berjamaah.
e. Kenabian
Menurut Al-Thusi, manusia memiliki kebebasan bertindak dan kelak akan dibangkitkan kembali tubuhnya. Pendapat ini mendengarkan konsekwensi beragamnya minat serta dimungkinkannya terjadi kekacauan dalam kehidupan social. Untuk itu diperlukan aturan suci dari Tuhan untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena Tuhan berada di luar jangkauan indra, maka ia mengutus para Nabi menuntun manusia. Jadi Nabi sangat diperlukan manusia, termasuk dalam hal ini pemimppin soritual untuk melanjutkan aturan suci yang diterapkan para nabi.

B SUHRAWARDI AL-MAQTUL

a. Biografi
Nama lengkapnya, Syaikh Syhihab al Din Abu al- Futuh Yahya Ibn Habasy ibn Amirak al-Surawardi, dilahirkan di Suuhraward, Iran Barat Laut dekat Zanjan pada tahun 548 H/1153 M. Keberhasilan Suhrawardi melahirkan aliran illuminasionis ini berkat penguasaannya yang mendalam tentang filsafat dan tasawuf ditambah kecerdasannya yang tinggi, terbukti ia di kalanagan teman seangkatannya dikenal sebagai seorang pemikir di duna islam yang ”tak tertandingi” di kala itu. Namun kepiawean Suhrawardi mengeluarkan paernyataan doktrin esoteris yang tandas dan kritik yang tjam terhadap ahli-ahli fikih menimbulkan reaksi keras yang dimotori oleh Abual-Barakat al-Baghdadi yang anti-Aristotelian.
b. Karyanya
Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan gnostik dalam bahasa Arab dan Persia. Seyyed Hossen Nashr mengelompokkan karay-karya Suhrawardi ke dalam Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan gnostik dalam bahasa Arab dan Persia. Seyyed Hossen Nashr mengelompokkan karay-karya Suhrawardi ke dalam 5 bagian. Yaitu :
1. Berisi pengajaran dan kaedah tesofi yang merupakan penafsiran dan modifikasi tehadap filsafat peripatetis.
2. Karangan pendek tentang filsafat ditulis dengan bahasa Arab dan Persia dengan gaya bahasa yang disederhanakan, diantaranya Hayakil al-Nur ( The Temples of Light ).
3. Karangan pendek yang bermuatan dan berlambang mistis, pada umumnya ditulis dengan bahasa Persia, diantaranya ‘Aql-I Surkh (The Red Archangel atau Literally Intellect).
4. Komemtar dan terjemhan dari fisafat terdahulu dan ajaran-ajaran keagamaan seperti Risalah al-Thair (The Treatise of the Birds) karya Ibn Sina diterjemahlan ke dalam bahasa Persia.
5. Doa-doa, yang lebih dikenal dengan al-Waridat wa al-Taqdisat (Doa dan penyucian).


c. Filsafatnya
1. Metafisika dan Cahaya
Sebagaimana suatu bangunan ilmu tidak muncul lantas sempurna secara tiba0tiba di tangan seorang pemikir, demikian pula halnya dengan illuminasionisme memiliki akar yang panjang. Inti filfasat illuminasionisme adalah sifat dan penyebaran cahaya. Penerangan Cahaya orisinil dapat dibedakan menjadi dua, yakni cahaya abstrak (misalnya, intelek, universal maupun individual) dan Cahaya Aksiden (Atribut).
2. Epistimologi
Suhwardi membahas secara panjang masalah pengetahuan pada akhirnya mendasarkannya pada iluminasi dan mengusulkan duatu teori visi, yang dalam beberapa hal mirip dengan psilologi Gesalt.Ia menggabungkan cara nalar dengan cara intuisi, menganggap keduanya sebagai saling melengkapi.
3. Kosmologi
Segala yang “bukan cahaya” disebut sebagai “Kualitas Mutlak” atau “Materi Materi Mutlak”. Ini hanya aspek lain penegasan atas cahaya, dan bukan suatu prinsip mandirisebagaimana yang secara salah dianggap oleh para pengikut Aristoteles. Fakta eksperimental transformasi unsure-unsur primer menjadi satu yang lain, menunjuk kepada materi absolut : fundamental ini yang dalam berbagi tingkat besarnya, membentuk bermacam-macam lingkungan materi.
4. Psikologi
Gerak dan sinar tidaklah bergerak bersama-sama dalam kasus benda-benda yang lebih rendah. Sepotong batu, misalnya, meskipun disinari dan karenanya terlihat, tidak memiliki gerak yang dimulainya sendiri. Namun demikian, begitu kita mucul dalam skala maujud, kita menemukan benda-benda yang lebih tinggi, atau organisme yang di dalamnya gerak dan sinar saling berhubungan.Penerangan abstrak menemukan tempat tinggalnya yang terbaik di dalam manusia.

C. MULLA SHADRA
1. Biografi
Nama lengkap Muhammad ibn Ibrahim Yahya Qamawi Syirazi, sering disebut Shadr al-Din al-Syirazi atau Akhund Mulla Shadra. Dikalangan murid-muridnya dikenal dengan Shadr al-Muti’allihin.Ia dilahirkan di Syiraz pada tahun 979/980 H atau 1571/1572 M dari sebuah keluarga terkenal lagi berpengaruh.Teman-teman seperguruan Mullla Shadra di Isfahan, antara lain Sayyid Ahmad ‘Alawi, ‘Aqa Husaya Khwansari, dan Mulla Muhammad Baqir Sabzari, tertutupi karena kemasyhurannya.Kesibukkannya sebagai guru dan penulis, ternyata tidak menghalanginya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, bahkan erjalanan hajinya sebanyak tujuh kali dilakukannya dengan berjalan kaki.
Dengan ringkas, perjalanan hidup Mulla Shadra dapat dikelompokkan kepada tiga, yaitu:
1. Masa pendidikan dan latihan formal di Syiraz dan Isfahan;
2. Masa kezuhudan dan pembersihan jiwa di Kahak. Di tempat ini juga mulai menulis karya awalnya, seperti bagian awal kitab asfar, Tarh al-kawnayn (atau Risalah al-hasyr); Hudus al-‘alam, dan Hall al-Musykilat al-falakiyyah fi al-Iradah al-Jazafiyyah;
3. Masa sebagai pengajar dan penulis di Syiraz. Ketika inilah ia membimbing murid-muridnya, antara lain yang terkenal Mulla Muhsin Kasyani dan ‘Abd al-Razzaq Lahiji.
2. Karyanya
Karya-karya Mulla Shadra yang dimaksud, di antaranya:
1. Al-Hikmah al-Muta’aliyah fi Asfar al-‘Aqliyyah al-Arba’ah (Kebiaksanaan Transedental tentang Empat Perjalanan Akal pada Jiwa). Lebih dikenal dengan judul Asfar (perjalanan). Kitab ini merupakan karya monumental, karena menjadi dasar bagi karya pendeknya dan juga sebagai risalah pemikiran pasca-Avicennian pada umumnya. Di dalamnya memuat symbol-simbol pengembaraan intelektual dan spiritual manusia ke hadirat Tuhan.
2. al-Hasyr (tentang kebangkitan). Buku ini terdiri dari delapan bab yang membicarakan tentang hari kebangkitan, dan betapa semua benda dan barang tambang, akan kembali kepada Allah.
3. Al Hikmah al_’Arsyiyyah Hikmah di turunkan dari ‘Arasy Ilahi). Buku ini memperbincangkan kebangkitan dn perihal nasib masa depan manusia sesudah mati. Buku ini menjadi sumber pertikaian hebat di kalangan airan ilmu kalam kemudiannya
4. Huduts al-‘Alam (penciptaan alam). Membicarakan tentang asal-usul alam dan kejadiannya dalam “waktu” berdasarkan al—harakah al-jawhariyyah, dan penolakan terhadap pikiran Mir Damad.
5. Kasr al-Asnam al-Jahiliyah fi dhamm al-Mutasawwifin (pemusnahan berhala kejahilan dalam mendebati mereka yang berpura-pura menjadi ahli sufi).

3. Latar Belakang Intelektual
Sampai abad XI filsafat yang berkembang di dunia islam yang bercorak Peripatetis (Masysya’i) Neo-Platonisme yang mencapai puncak di tangan ibn Sina dan para pengikutnya. Tetapi pada masa dinasti Saljuk yang ditandai dengan perkembangan madrasah Nizamiyah, posisi filsafat digantikan oleh ilmu kalam, terutama setelah Al Ghazali menyerang filsafat lewat bukunya Tahafut al-Falasifah. Sejak itu tradisi filsafat di dunia Islam Timur yang berada di bawah pengaruh Sunni, mengalami kelesuan, kalau tidak dikatakan hamper mati. Namun di dunia Islam Barat, tepatnya di Andalusia, filsafat masih terus hidup untuk beberapa lama di tangan Ibnu Rusyd.


4. Filsafatnya
a. Epistemologi
Filsafat dapat dibedakan menjadi dua pembagian utama: (1) Bersifat teoritis, yang mengacu kepada penetahuan tentang segala sesuatu sebagaimana adanya. Perwujudannya tercermin dalam dunia akali, termasuk jiwa di mana di dalamnya sbagaiman adikemukakan oleh al Faraby dan Ibnu Sina. (2) Bersifat praktis, yang mengacu pada pencapaian kesempunaan-kesempurnaan yang cocok bagi jiwa. Perwujudannya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan, melalui semacam imitation Dei yang membuat jiwa berhak memperoleh suatu hak istimewa seperti itu.

b. Metafisika
Pada awalnya, Mulla Shadra adalah penganut pemikiran metafisika esensialis Suhrawardi, tetapi dengan pengalaman spiritual yang dikombinasikan deengan visi intelektuanya, ia menciptakan apa yang disebut Corbin sebagai “revolusi besar di bidang metafisika “@ dengan memformulasikan metafisika eksistensialis, menggantikan metafisika esensialis yang dianut sebelunya.Metafisika eksistensialis Mulla Shudra dibangun di atas tiga pilar utama, yaitu wahdah (unity) wujud, asalah (pricipiality) wujud, dan tasykik (gradation) wujud: dan tidak dapat dipahami tanpa mendalami ontology Ibn Sina serta kosmologi dan poetika Suhrawardi.
c. Moral
Agama islam diturunkan oleh Allah kepada manusia dengan tujuan untuk membimbing mereka memperoleh kebahagiaan tertinggi dengan jalan menciptakan keseimbangan, baik kepada tingkat individu maupun social. Hal ini berarti bahwa substansi manusia yang diciptakan oleh zat yang maha sempurna, harus mengetahui cara mengaktualisasikan seluruh kemampuannya.Al- Ghozali, misalnya di dalam ihya’ menjelaskan empat sifat dasar manusia, yaitu : bahimi sab’I saythoni dan rabbani.

D. MUHAMMAD IQBAL
a. Biografi
Muhammad Iqbal penyair, (filusuf, ahli hokum, pemikir politik, dan reformis muslim) lahir pada bulan Dzulhijah 1289 H, atau 22 februari 1873 M di Sialkot. Ia memulai pendidikan pada masa kanak-kanak pada ayahnya, Nur Muhammad yang dikenal seorang ulama kemudian iqbal mengikuti pelajaran al-qur’an dan pendidikan islam.Selanjutnya Iqbal melanjutkan pendidikannya di Scotch Mission College di Sialkot.
b. Karyanya
Diperkirakan Muhammad Iqbal meninggalkan tidak kurang dari 21 karya monumental, yaitu:
1. Ilm al-iqtisad (1903)
2. Development of Metaphisic in Persia: A Contribution to the history of muslim philosophy (1908)
3. Islam as a moral and a political ideal (1909)
4. Asrar-i-khudi [Rahasia Pribadi],(1915)
5. Rumuz-i-bekhudi[Rahasia peniadaan diri ],(1918)


c. Filsafatnya
1. Ego atau Khudi
Konsep tentang hakikat ego atau individualitas merupakan kosep dasar dari filsafat Iqbl, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikiranya.. Menurut Iqbal, Khudi, arti harfiahnya ego atau self atau individualitas merupakan suatu kesatuan yang real atau nyata, adalah pusat dari semua kehidupan, merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional.Iqbal membandingkan watak ego dengan watak alam. Menurutnya alam bukan lah seonggok kematerialan murni yang mengisi sebuah rongga, akan tetapi dia merupakan suatu struktur peristiwa-peristiwa, suatu cara tatalaku yang sistematis, sama organisnya dengan ego yang hakiki.
2. Ketuhanan
Pemahaman Iqbal tentang ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan, sesuai dengan pengalaman yang dilaluinya dari tahap pencarian sampai ke tahap kematangan. Ketiga tahap itu adalah: tahap pertama dari tahun 1901 sampai kira-kira tahun 1908. Pada tahap ini Iqbal cenderung sebagai mistikus-panteistik. Tahap kedua dari tahun 1908 sampai 1920. Pada tahap ini Iqbal mulai menyaksikan tentang sifat kekal dari keindahan dan efisiensinya, serta kausalitas-akhirnya. Tahap ketiga berlangsung dari tahun 1920 sampai 1938 jika pada tahap kedua merupakan pertumbuhan maka pada tahapan ketiga merupakan menuju kematangan konsepsi Iqbal tentang Tuhan.



3.Materi dan Kausalitas
Menurut Iqbal, kodrat realitas yang sesungguhnya adalah rohaniyah dan semua yang sekuler sebenarnya adalah suci dalam akar-akar perwujudannya. Adapun materi adalah ego-ego berderajat rendah, dan dari sana muncul ego yang berderajat lebih tinggi, apabila penggabungan dan interaksi mereka mencapai suatu derajat lebih tinggi ataupun lebih rendah, tidaklah mengurangi kehormatanya. Baginya yang menjadi masalah bukanlah asal, tetapi kesanggupan, arti dan pencapaian terakhir dari pemunculannya itu.













BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah di atas yang berjudul “Perekmbangan Filsafat Islam Pasca Ibn Rusyd” maka dapat kami tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Biografi Ibn Rusyd yakni sebagai berikut : Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.
2. Membaca Ibnu Rusyd, yang paling menonjol adalah aspek falsafaty (estetika logika dan filsafat) yang terbentang di hampir setiap karyanya. Menurutnya, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam mentakwilkan dan menafsirkan Alquran sebagai kitab teks, yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan perlu diberi interpretasi kontekstual dan bukan artikulasi lafadz.
3. Perkembangan filsafat islam setelah Ibn Rusyd diteruskan oleh beberapa tokoh yakni : Nashiruddin Thusi, Suhrawrdi al-Maqtul, Mula Shadra, dan Muhammad Iqbal.




DAFTAR PUSTAKA

http://syiahali.wordpress.com/2011/01/06/ibnu-rusyd-filosof-peletak-rasionalisme-peradaban-barat-tetapi-mazhab-sunni-memilih-pemikiran-mistik-imam-al-ghazali/
Nasution, Hasyimsyah,Filsafat Islam:Gaya Media Pratama.Jakarta: 1999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar